MAKALAH PENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN METODE COOPERATIVE LEARNING DI KELAS IX SMPN 126 JAKARTA

Oleh : Dwi Anna Dyan Pangestuti
PENDAHULUAN
Pendidikan sangat memegang peranan penting dalam kehidupan seseorang maupun suatu bangsa. Kemajuan pembanguan di suatu negara, baik lahir maupun batin, dapat di capai melalui pendidikan yang terarah dan berkesinambungan, melalui pendidikan dapat menciptakan manusia yang cerdas, trampil, berwawasan luas, disiplin beriman, bertaqwa serta bertanggung jawab didalam kehidupan.
Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan yang benar maka harus dibuat suatu arah yang dibuat oleh pemerintah sebagai pengatur dan paling bertanggung jawab dalam pendidikan nasional yaitu Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya dijabarkan dalam metode-metode pengajaran, salah satunya adalah Metode Cooperative Learning.
Pada era globalisasi ini pengetahuan manusia makin banyak dan maju dengan pesat. Akibatnya, pengetahuan seseorang akan cepat usang, tidak relevan lagi dan kehilangan nilai dan utilitas. Agar pengetahuan selalu mutakir, maka harus dikembangkan cara-cara belajar yang baru, misalnya bagaimna mencari, mengelola,memilih informasi yang demikian banyaksesuai dengan kebutuhannya. Hal ini merupakan bagian dari kecakapan kehidupan seseorang agar selalu bertahan dalam suasana yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif dalam kehidupanya.
Seorang guru tidak hanya berperan di kelas, tetapi harus mampu menciptakan suasana belajar yang dinamis, harmonis, menarik dan mampu mengembangkan komunikasi dua arah. Untuk menciptakan suasana kondusif yang dapat menimbulkan ketenangan dan rasa senang dalam diri siswa. Situasi ini dapat menjadikan proses belajar yang atraktif, menantang dan menggairahkan.
Untuk mengatasi hal tersebut maka upaya guru agar siswa dalam menerima pelajaran menjadi efektif dapat menggunakan metode cooperative learning. Penggunaan metode cooperative learning sangat menunjang dalam proses belajar mengajar, karena siswa dapat lebih berkonsentrasi dan berinteraksi kepada orang lain dan guru selama proses belajar mengajar berlangsung sehingga motivasi dan konsentrasi belajarnya lebih terfokus dan terarah.
Untuk mencapai taraf yang sesuai dengan tujuan pembelajaran seorang guru harus mampu selalu menciptakan suasana belajar yang kondusif, cara belajar yang menarik serta pengelolaan administrasi yang memadai , sesuai dengan standar kompetensi dan teknis edukatif proses belajar mengajar.
Dalam pelaksanaannya kemampuan guru yang komprehensif dapat memacu siswa untuk berkompetisi dan merangsang motivasi dan konsentrasi belajar siswa untuk mencapai kompetensinya yang optimal. Hal ini selain untuk melihat hubungan antara kompetensi guru dengan motivasi belajar siswa, juga untuk mengetahui tingkat keprofesionalan guru sebagai tenaga edukatif yang handal dan kredibel.
Dalam penggunaannya, metode cooperative learning dapat memacu rasa keingintahuan siswa untuk mencari jawaban dan merangsang motivasi siswa untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Hal ini selain untuk melihat keefektifan metode cooperative learning , juga untuk mengetahui pengaruh keaktifan dan kreatifitas siswa dalam proses belajar mengajar.
Dalam proses belajar mengajar yang perlu dicapai bukan hanya hasil belajar, tetapi juga proses belajar yang efektif. Dengan menguasai proses belajar yang efektif memungkinkan siswa dapat mempelajari materi pelajaran yang lebih mudah dan efisien. Oleh sebab itu dipandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh metode cooperative learning terhadap prestasi belajar siswa.
Kegiatan proses belajar mengajar akan terlaksana dengan baik apabila dalam perencanaan pembelajaran dapat dilaksanakan dengan startegi pembelajaran yang efektif. Keefektifan strategi pembelajaran yang digunakan harus didukung oleh kemampuan guru dan kesiapan siswa sendiri sebagai subyek didik dalam kegiatan belajar mengajar. Guru sebagai penanggung jawab dalam bidang pendidikan secara rutin terlibat dalam proses belajar mengajar sangat besar sekali peranannya dalam menentukan keberhasilan belajar anak didiknya.
Dalam proses belajar mengajar di sekolah cara penyampaian materi pelajaran seorang guru sangat besar pengaruhnya bagi berhasil tidaknya siswa untuk menyenangi pelajaran yang diajarkan. Berbagai macam metode mengajar telah tersedia sebagai sarana untuk menyampaikan meteri pelajaran. Dengan adanya metode-metode tersebut guru dapat memilih metode yang cocok dengan materi yang akan diajarkan. Sebab dengan memilih metode mengajar yang sesuai selain dapat menguasai kelas juga akan mempunyai pengaruh yang sangat berarti terhadap suksesnya pelajaran yang diajarkan.
Pada pembelajaran ilmu pengetahuan alam metode konvensional (ceramah, diskusi, dan latihan soal) juga sering digunakan, tetapi tidak semua materi dapat disajikan dengan menggunakan metode konvensional. Dalam metode konvensional penyajian materi disampaikan hanya dengan penuturan dan penjelasan lisan secara langsung, setelah contoh-contoh soal diberikan secara lisan, kemudian siswa ditugaskan untuk mengerjakan soal-soal latihan dan hasilnya dibahas bersama.
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dapat diterapkan apabila peserta didik memiliki kemampuan memahami dasar-dasar pembelajaran kooperatif secara umum. Siswa dalam kelompok memiliki peran yang sma agar mampu memahami kosep-konsep dan aturan pengerjaan ilmu pengetahuan alam dengan cara yang benar.
Elliot Aronson’s (http://www.ed.gov). Cooperative Learning is a succesful teaching strategy in wich small teams, each with students of different levels of ability, use a variety of learning activities to improve the understanding of a subject. Each members of a team is responsible not only for learning what is taught but also for helping teammates learn, yhus creatung an atmosphere of achievement. Pada definisi tersebut terkandung pengertian bahwa dalam belajar kooperatif banyaknya anggota kelompok kecil, kemampuan anggota-anggota kelompok yang berbeda, menggunakan aktivitas belajar yang bervariasi untuk meningkatkan pemahaman diri. Setiap anggota kelompok tidak hanya bertanggung jawab pada belajar sendiri tetapi juga membantu teman satu team yang lain dalam belajar, sehingga tercipta suasana sukses.
Definisi lain dikemukakan oleh Roger T. Johnson dan David W. Johnson (http://www.co_operation.org), bahwa: Cooperative learning is a relationship in a group of students that requires positive interdependence (a sense of sink or swim together), individual accountability (each of us has to contribute and learn), interpersonal skills (communication, fruit, leadership, decision making, and conflict resolution), face to face promotive interaction and processing (reflection on how well the team is functioning and how to function even better). Pada definsi ini terkandung pemahaman bahwa dalam belajar kooperatif tercipta kerjasama yang baik antar anggota team ada ketergantungan saling memerlukan yang positip (menanamkan rasa kebersamaan), tanggung jawab masing-masing anggota (setiap anggota memiliki sumbangan dan belajar), keterampilan hubungan antar person (komunikasi, keberhasilan, kepemimpinan, membuat keputusan, dan penyelesaian konflik), tatap muka menaikkan interaksi dan pengolahan data.
Senada dengan pendapat Slavin (http://www.ed.gov). mengemukakan bahwa: Cooperative Learning refers to a variety of teaching methods in which students work in a small groups to help one another learn academic content. In cooperative classrooms, student are expected to help each other, to discuss and argue with each other, to assess each other’s current knowledge in fill in gaps in each other understanding.
Belajar bekerjasama berkenaan dengan berbagai macam metode pembelajaran yang perwujudan realnya siswa bekerja dalam group-group kecil dan saling membantu belajar materi akademis. Dalam kerjasama dalam bentuk kelas, partisipasi yang diharapkan dari siswa adalah saling membantu satu sama lain, berdiskusi dan berargumentasi satu sama lain, saling menilai pengetahuan dan perbedaan pemahaman satu sama lain. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik simpulan bahwa dalam pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur:
1. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4 sampai 5 orang untuk efektifitas kelompok dalam belajar. Anggota kelompok yang terlalu besar tidak menjamin adanya kerja belajar yang efektif.
2. Setiap anggota kelompok memiliki rasa ketergantungan dalam kelompok, keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh kekompakan anggota-anggota dalam kelompok tersebut.
3. Diperlukan tanggung jawab masing-masing anggota kelompok, kesadaran tanggung jawab masing-masing anggota kelompok dalam belajar sangat mendukung keberhasilan kelompok.
4. Terdapat kegiatan komunikasi tatap muka baik antar anggota kelompok daslam kelompok maupun antar kelompok. Adanya komunikasi ini dapat mendorong terjadinya interaksi positip, sesama siswa dapat lebih saling mengenal, masing-masing siswa saling menghargai pendapat teman, menerima kelebihan dan kekurangan teman apa adanya, menghargai perbedaan pendapat yang selalu terjadi dalam kehidupan. Siswa saling asah, saling asih dan saling asuh.
5. Anggota-anggota kelompk berlatih untuk mengevalusi pedapat teman, melalui adu argumentasi, belajar menerima hasil evaluasi dari teman sesama anggota kelompok, pada akhirnya dapat menumbuhkan rasa toleransi pendapat dan bergaul dalam hidup bermasyarakat.
Adapun dalam model pembelajaran kooperatif ini peran guru yang dapat ditampilkan antara lain : Terkait dengan Cooperative Learning, Slavin mengemukakan beberapa model, antara lain:
1). Student Teams-Achievement Divisons, yang memiliki 5 komponen, yaitu:
(a). Class Presentation (presentasi kelas); (b). Teams (kelompok); (c) quizzes (kuis); (d) individual improvement scores (peningkatan skore individu); (e). Team recognition (penghargaan kelompok).
2). Teams-Games-Tournament yang dikembangkan oleh David De Vries dan Keith Edwards, pembentukan kelompok memperhatikan perbedaan jenis kelamin dan tingkat kemampuan siswa, yang memiliki 5 komponen, yaitu: (a). Class Presentation oleh guru; (b). Tim mengerjakan lembar kerja yang telah disiapkan guru; (c). Saling mengajukan pertanyaan dan belajar bersama untuk menghadapi turnament; (d) tournament yang biasanya diselenggarakan seminggu sekali. Kurang lengkap.
3). Jigsaw II yang diadaptasi oleh Elliot Aronson’s dari teknik jigsaw. Seperti pada STAD dan TGT, team bekerja dengan keaggotaan 4 siswa yang heterogen.
Dari 5 hal di atas dapat ditarik simpulan bahwa lewat pembelajaran kooperatif, di samping diperoleh pencapaian aspek akademik yang tinggi di kalangan siswa, juga bermakna dalam membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial dalam hubungannya dengan sesama.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian untuk meningkatkan hasil belajar IPA melalui penerapan metode cooperative learning di kelas IX pada SMP Negeri 126 Jakarta akan dilakukan selama 3 bulan dengan 2 kali tindakan. Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan alur : refleksi awal, perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, refleksi dan perencanaan ulang, sesuai dengan model PTK yang dikemukakan oleh Kemmis. Pada tahap perencanaan pengembang melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Membuat skenario pembelajaran/RPP
b. Mempersiapkan sarana yang mendukung terlaksananya kegiatan pengembangan inovasi pembelajaran
c. Mempersiapkan instrumen pengembangan untuk proses kegiatan dan instrumen untuk mengukur kemampuan siswa yang berupa tes hasil pembelajaran.
d. Melakukan sosialisasi pada anggota pengembang/kolaborator dan simulasi pelaksanaan dan menguji keterlaksanaan di lapangan.
Tahap pelaksanaan pengembangan inovasi pembelajaran gambaran kegiatan yang akan dilakukan senagai berikut:
a. Sesuai dengan RPP yang telah disusun, maka pada pelaksanaan kegiatan pengembangan dilakukan juga observasi oleh observer/kolaborator dan interpretasi. Kegiatan observasi dan interpretasi merupakan upaya merekam proses yang terjadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Kegiatan ini akan diteruskan dengan diskusi sebagai umpan balik/reinforcement.
b. Analisis dan Refleksi: Analisis data dilakukan setelah semua tahapan pelaksanaan tindakan selesai. Analisis data ini dilakukan melalui tahapan; a) redukasi data, b) paparan data dan c) penyimpulan
c. Refleksi: Kegiatan refleksi dilakukan setelah semua tahapan pelaksanaan pengembangan inovasi pembelajaran selesai. Refleksi ini dimaksudkan untuk mengkaji apa yang telah diperoleh dan yang masih belum tercapai sesuai target yang telah ditentukan, karena hasil refleksi ini akan dijadikan acuan untuk kegiatan siklus berikutnya untuk memperoleh hasil yang diharapkan.


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Hasil Penelitian
a. Siklus Pertama
1. Perencanaan
Dalam perencanaan tindakan kelas ini peneliti telah menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pada kompetensi dasar 4.1 yaitu menyelidiki gejala kemagnetan dan cara membuat magnet, mengembangkan instrumen untuk pengamatan guru, siswa pada saat kegiatan belajar mengajar dan angket siswa untuk belajar di rumah, menyiapkan media pembelajaran berupa: paku besar, paku kecil, Waskom, benang, sterefoam, baterai, kawat, statif, magnet, membagi kelompok dalam 6 kelompok yang heterogen sesuai dengan data yang diteliti dengan mengembangakan skenario pembelajaran kooperatif(cooperative learning) sebagaimana RPP terlampir.
2. Pelaksanaan
Selanjutnya ketika peneliti melakukan tindakan pada tahap ini, guru melakukan apersepsi untuk memberikan motivasi dan mengarahkan siswa untuk memasuki kompetensi dasar menyelidiki gejala kemagnetan dan cara membuat magnet yang akan dipelajari, menjelaskan tujuan yang akan dicapai, menjelaskan langkah-langkah pembelajaran, Dalam pelaksanaannya siswa diberikan kesempatan 30 menit bekerja dalam kelompok ahli setelah itu diberikan kesempatan selama 20 menit untuk kembali ke kelompok asalnya, dengan cara kelompok siswa dapat dipecah menjadi kelompok tugas atau kelompok ahli (yang terdiri dari individu atau berpasangan). Anggota kelompok ahli ini harus berdiskusi menyelesaikan satu masalah yang berbeda-beda bersama dengan anggota kelompok lain. Setelah itu kembali ke kelompok asal untuk berdiskusi membahas hasil yang telah diperolehnya. Pada kegiatan seperti ini setiap siswa dituntut untuk aktif (mencatat) dan bertanggung jawab mengemban tugas dari kelompoknya. Karena tercapai atau tidak target kerja kelompok tergantung pada usaha siswa tersebut untuk mendapatkan hasil dari diskusi dengan team ahli. Intinya, dengan model kegiatan seperti ini semua siswa melakukan aktivitas yang lebih terarah (aktif konstruktif) karena setiap siswa dalam kelompok tersebut mendapat tugas dan pembagian peran yang berbeda. Sehingga antara satu anggota dengan yang lain saling membutuhkan dan bekerja sama memberikan kontribusi untuk kelompoknya. Masing-masing kelompok diberi kesempatan persentasi selama 5 menit, sekaligus menjawab pertanyaan bila ada. Selanjutnya dilanjutkan diskusi kelas untuk menuliskan kesimpulan di akhir kegiatan yang sekaligus mencantumkan kelompok yang terbaik menurut pengamatan siswa dengan memeberi kesempatan pada ketua kelompok menilai hasil kerja kelompok. Peneliti memberikan tepuk tangan bersama siswa kepada kelompok terbaik.
3. Monitoring / Pengamatan
Pada saat yang sama kolaborator melakukan pengamatan dengan mengisi instrument yang sudah disiapkan, yang meliputi kegiatan guru, siswa saat pembelajaran dan angket siswa setelah kegiatan berakhir. Hasil yang didapat dari pengamatan ini adalah sebagai berikut,Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan, keaktifan siswa dalam kegiatan percobaan, kemampuan siswa dalam menghimpun hasil/data, kelancaran dalam menyusun laporan, mendapatkan nilai kriteria cukup, dengan rentang nilai 60 -70 yang mencapai 50%. Kelancaran mengemukakan ide/pendapat, ketelitian menghimpun hasil diskusi, keaktifan bertanya, keaktifan mencari sumber belajar, mendapat nilai kurang dengan rentang nilai > 60 yang mencapai 33,3%. Hasil angket siswa setelah pembelajaran terdapat 90% siswa merasa senang, 40% siswa merasa kesulitan belajar, 50% ada keberanian mengemukakan pendapat, 90% siswa lebih kreatif, persentasi belajar siswa siklus I mendapatkan nilai rerata klas 7.5 dan masih terdapat 10 siswa yang nilainya dibawah standar KKM.
4. Reffeksi
Melihat hasil pengamatan pada siklus I, Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan, keaktifan siswa dalam kegiatan percobaan, kemampuan siswa dalam menghimpun hasil/data, kelancaran dalam menyusun laporan, Kelancaran mengemukakan ide/pendapat, ketelitian menghimpun hasil diskusi, keaktifan bertanya, keaktifan mencari sumber belajar, mendapat nilai kurang dengan rentang nilai > 60, ini menunjukkan siswa masih kesulitan dan belum siap karena baru mengenal model pembelajaran jigsaw . Disisi lain siswa merasa senang dan terdorong untuk lebih kreatif walaupun terdapat 40% yang masih kesulitan memahami materi dan 50% kurang berani berpendapat. Dengan demikian pada siklus II perlu adanya motivasi yang dapat mendorong siswa lebih berkompetensi menyediakan buku sumber belajar yang memadai. Berdasarkan siklus I didapat nilai prestasi siswa dengan rerata 7.5 berarti ada kenaikan 40% dari sebelum tindakan, hal ini mendorong melanjutkan pada siklus II.

Siklus Kedua
1. Perencanaan
Dalam perencanaan tindakan kelas ini peneliti telah menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pada kompetensi dasar 4.1 yaitu menyelidiki gejala kemagnetan dan cara membuat magnet, mengembangkan instrumen untuk pengamatan guru, siswa pada saat kegiatan belajar mengajar dan angket siswa untuk belajar di rumah, menyiapkan media pembelajaran berupa: paku besar, paku kecil, Waskom, benang, sterefoam, baterai, kawat, statif, magnet, membagi kelompok dalam 6 kelompok yang heterogen sesuai dengan data yang diteliti dengan mengembangakan skenario pembelajaran kooperatif(cooperative learning) sebagaimana RPP terlampir.
2 Pelaksanaan
Selanjutnya ketika peneliti melakukan tindakan pada tahap ini, guru melakukan apersepsi untuk memberikan motivasi dan mengarahkan siswa untuk memasuki kompetensi dasar menyelidiki gejala kemagnetan dan cara membuat magnet yang akan dipelajari, menjelaskan tujuan yang akan dicapai, menjelaskan langkah-langkah pembelajaran, Dalam pelaksanaannya siswa diberikan kesempatan 30 menit bekerja dalam kelompok ahli setelah itu diberikan kesempatan selama 20 menit untuk kembali ke kelompok asalnya, dengan cara kelompok siswa dapat dipecah menjadi kelompok tugas atau kelompok ahli (yang terdiri dari individu atau berpasangan). Anggota kelompok ahli ini harus berdiskusi menyelesaikan satu masalah yang berbeda-beda bersama dengan anggota kelompok lain. Setelah itu kembali ke kelompok asal untuk berdiskusi membahas hasil yang telah diperolehnya. Pada kegiatan seperti ini setiap siswa dituntut untuk aktif (mencatat) dan bertanggung jawab mengemban tugas dari kelompoknya. Karena tercapai atau tidak target kerja kelompok tergantung pada usaha siswa tersebut untuk mendapatkan hasil dari diskusi dengan team ahli. Intinya, dengan model kegiatan seperti ini semua siswa melakukan aktivitas yang lebih terarah (aktif konstruktif) karena setiap siswa dalam kelompok tersebut mendapat tugas dan pembagian peran yang berbeda. Sehingga antara satu anggota dengan yang lain saling membutuhkan dan bekerja sama memberikan kontribusi untuk kelompoknya. Masing-masing kelompok diberi kesempatan persentasi selama 5 menit, sekaligus menjawab pertanyaan bila ada. Selanjutnya dilanjutkan diskusi kelas untuk menuliskan kesimpulan di akhir kegiatan yang sekaligus mencantumkan kelompok yang terbaik menurut pengamatan siswa dengan memeberi kesempatan pada ketua kelompok menilai hasil kerja kelompok. Peneliti memberikan tepuk tangan bersama siswa kepada kelompok terbaik.
3 Monitoring
Pada saat yang sama kolaborator melakukan pengamatan dengan mengisi instrument yang sudah disiapkan, yang meliputi kegiatan guru, siswa saat pembelajaran dan angket siswa setelah kegiatan berakhir, Hasil yang didapat dari pengamatan ini adalah sebagai berikut, Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan ,keaktifan siswa dalam kegiatan percobaan, kemampuan siswa dalam menghimpun hasil/data, kelancaran dalam menyusun laporan, mendapatkan nilai kriteria baik, dengan rentang nilai 71 -95 yang mencapai 80%. Kelancaran mengemukakan ide/pendapat, ketelitian menghimpun hasil diskusi, keaktifan bertanya, keaktifan mencari sumber belajar, mendapat nilai baik dengan rentang nilai 71-95 yang mencapai 60%. Hasil angket siswa setelah pembelajaran terdapat 100% siswa merasa senang, 10% siswa merasa kesulitan belajar, 90% ada keberanian mengemukakan pendapat, 100% siswa lebih kreatif, persentasi belajar siswa siklus II mendapatkan nilai rerata klas 80 dan masih terdapat 5 siswa yang nilainya dibawah standar KKM.


4 Refleksi
Melihat hasil pengamatan pada siklus II, Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan, keaktifan siswa dalam kegiatan percobaan, kemampuan siswa dalam menghimpun hasil/data, kelancaran dalam menyusun laporan, Kelancaran mengemukakan ide/pendapat, ketelitian menghimpun hasil diskusi, keaktifan bertanya, keaktifan mencari sumber belajar, mendapat nilai kurang dengan rentang nilai 71-95, ini menunjukkan siswa sudah tidak merasa kesulitan dansiap melaksanakan model pembelajaran jigsaw. Disisi lain siswa merasa senang dan terdorong untuk lebih kreatif walaupun terdapat 13% yang masih kesulitan memahami materi dan 5% kurang berani berpendapat. Dengan demikian pada siklus II kegiatan dipandang sudah cukup baik dan tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya . Berdasarkan siklus II didapat nilai nilai prestasi siswa dengan rerata 80 yang berarti ada kenaikan 13% dari siklus I.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Siklus Kesatu
Berdasarkan analisis data pada siklus I, antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran cukup. Hal ini disebabkan baru pertama kali siswa mengenal metode tersebut. Sementara ini kelancaran mengemukakan ide terlihat sangat kurang, kreativitas siswa masih kurang. Hal ini terlihat pada saat diskusi kelas kurang berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan teori-teori yang mendukung penerapan metode Cooperative Learning antara lain,. Gagne (1977:2) mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan kemampuan atau disposisi(kecenderungan) seseorang yang dapat bertahan selama periode waktu tertentu.
Menurut pendapat Kenneth D.Moore ((2005:15), belajar adalah suatu perubahan kapasitas kinerja individu sebagai hasil pengalaman. Dari definisi tersebut penekanannya pada upaya individu secara sadar melakukan sesuatu, agar memperoleh suatu kemampuan atau kompetensi baru. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Kimble dalam Hergenhand dan Olson(1993:2) bahwa belajar merupakan perubahan potensi perilaku yang relatif permanen sebagai hasil dari penguatan yang diberi penguatan.
Hergenhahn dan Olson mengemukakan lima unsur utama yang terkait dengan belajar, yaitu: a. Perubahan tingkah laku,b. Perubahan itu relatif permanen c. Potensi untuk bertindak d. Hasil dari pengalaman e. Reinforcement.
Pendapat lain yang relatif mendukung pendapat di atas adalah menurut Smaldino (2005:6), yang mengemukakan bahwa belajar adalah pengembangan pengetahuan, keterampilan, atau sikap yang baru sebagai hasil interaksi individu dengan informasi dan lingkungannya Kemampuan menghimpun hasil diskusi kurangcukup terlihat.Hasil yang dipresentasikan atau dipamerkan kurang begitu menarik dan kurang bias dipahami oleh masing-masing kelompok siswa.
Ketelitian dalam menghimpun hasil diskusi sangat kurang. Kreativitas dalam bertanya antar kelompok cukup. Kreativitas dalam mencari sumber belajar cukup terlibat.Pada saat diskusi tidak dapat berjalan dengan baik. Kelancaran siswa dalam menjawab pertanyaan antar kelompok cukup terlibat. Siswa belum terampil menjawab pertanyaan-pertanyaan saat pameran hasil diskusi. Pada siklus II terlihat adanya kemajuan aktivitas siswa meningkat baik sekali, begitu juga kemampuan dalam menghimpun hasil diskusi.
Di sisi lain kelancaran mengemukakan ide, keaktifan siswa dalam diskusi, kemampuan dalam menghimpun hasil diskusi, keaktifan siswa dalam mencari sumber belajar lebih meningkat bila dibandingkan pada siklusI. Hal ini terlihat masing-masing kelompok disibukkan mempelajari modul-modul yang sudah disiapkan oleh guru-guru sehingga siswa ingin berlama-lama belajar. Berdasarkan analisis hasil observasi pada siklus I, terlihat siswa termotivasi untuk belajar dan merasa senang belajar.
Namun disini masih merasa kesulitan dalam memahami materi terlihat adanya hanya 60%,begitu juga dengan mengemukakan ide hanya mencapai 60%. Pada siklus I siswa terlibat lebih kreatif mencapai 90%, yang mengalami kesulitan mencapai 30%.Pada siklus II rata-rata siswa terlihat sangat senang dan yang mengalami kesulitanpun tidak ada sehingga pembelajaran ini betul-betul dapat meningkatkan minat dan kreatifitas belajar siswa. Hal ini terlihat pada menurunnya presentasi kesulitan yang dihadapi siswa.

Siklus Kedua
Pencapaian kenaikan hasil belajar pada siklus I yaitu 75 dibanding sebelum siklus yaitu 30 yang berarti kenaikan 45%. Begitupula pada siklus II ada kenaikan angka yaitu 88 yang berarti naik 13% dibandingkan siklus I. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan metode Cooperative Learning dapat meningkatkan pemahaman siswa pada konsep-konsep yang dipelajari. Hal tersebut selaras dengan pendapat Curzon (1993:10) yang berpendapat bahwa belajar adalah perubahan(modifikasi) perilaku yang ditampakkan oleh seseorang melalui aktivitas dan pengalamannya, sehingga pengetahuan, keterampilan dan sikapnya termasuk cara penyesuaian terhadap lingkungannya berubah. Sedangkan menurut Romiszowski dalam Anderson dan Krathwohl (2001:22), hasil belajar ditekankan pada aspek pengetahuan dan ketrampilan.
Pendapat tersebut selaras dengan pandangan Benyamin Bloom (2003:25) bahwa hasil belajar memiliki ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Djahiri (2007:19) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran berkelompok dituntut kerjasama dengan pendekatan yang siswa sentris, humanistik dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa penerapan metode Cooperative Learning dapat meningkatkan pemahaman siswa pada konsep-konsep yang dipelajari, khususnya materi kemagnetan.




KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Penerapan metode pembelajaran Cooperative Learning pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam menjadikan siswa lebih kreatif dan aktif dalam pembelajaran.
2. Ketrampilan menyampaikan pendapat kepada orang lain baik lisan maupun tertulis perlu ada latihan
3. Penerapan metode pembelajaran Cooperative Learning pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam meningkatkan hasil prestasi belajar siswa
Saran
1. Innovasi pembelajaran yang memacu pembelajaran berbasis siswa perlu dikembangkan guna meningkatkan kegiatan-kegiatan belajar mengajar.
2. Untuk mengembangkan sikap dan ketrampilan dalam bertanya, menjawab, menyampaikan pendapat, kesan dan tulisan, memerlukan banyak latihan.
3. Guru perlu melakukan pendekatan untuk memberikan motivasi sehingga
terbentuk rasa percaya diri

posted under |

1 komentar:

Unknown mengatakan...

artikelnya bagus

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Followers


Recent Comments